Salam Teh…
Siapa berani?
Bukan kuis ini… hanya ungkapan penulis yang sedang kebingungan menjalani tugas
dan tanggung jawab, tenang saja bukan sesuatu yang berat sebenarnya. Tapi
ungkapan itu mewakili fikiran yang sedang berlari-lari dalam fikiran saya, abis
gimana??? Jika seandainya ada orang yang disimpan disuatu tempat tanpa diberi
tahu lokasinya dimana atau ada apa didekat sekelilingnya, hanya dibekali
penunjuk jalan secara lisan “Berjalanlah, karena disana ada jalan yang
menuju tempat kesuksesan” sedangkan disana gelap gulita sampai tidak
bisa melihat batang hidungnya sendiri, hayo… mau gimana? Sedangkan sudah
berdiri disana, mau pulang ga tahu kemana mau maju juga sama gelap gulita
disekeliling…… tidak ada pilihan lain memang selain mengangkat kaki perlahan
dan menginjakannya sekalipun kita tidak tau apa yang kita injak, dari pada diam
tidak bergerak dan mati ditempat tanpa berusaha.
Katanya Teh ini
Valuable ??? katanya teh ini uueeennaaakkkk??? Katanya teh ini berkhasiat
dahsyat???? Katanya, katanya, katanya…. saya jadi bingung, begini ceritanya;
teh ini dikatakan valuable, uenak, berkhasiat, dll jika diolah menurut standar
yang sudah ada, oh maaf saya lupa saya sedang membicarakan daun camellia
sinensis kloon sinensis, teh ini sangat popular dengan hasil olahan Teh Oolong. Ya… harga
jualnya mulai Rp. 750.000/kg sampai …. Mungkin jutaan rupiah. Itupun jika
diolah menjadi hasil olahan menurut produksi teh yang sudah ada diantaranya; Tie Guan Yin (oolong tea Fujian China), Jin
Jun Mei, Lapsang Souchong, Da Hong Pao (Rock Oolong Tea), Long Jing (green
Tea), Chun Mee (Green Tea), Hunan Yellow Tea, Pouchong, dan lain-lain yang
sebenarnya penulis juga baru liat namanya di internet bentuknya juga belum liat
secara keseluruhan kecuali dalam bentuk gambar yang disajikan oleh Om Google (makasih Om), apalagi cara
pengolahannya…. BLANK abis!!! Tidak mengerti sama sekali.
Jadi gimana ya…
kebun yang sedikit yang ada di Pasir Canar tempat saya bekerja 90% tanamannya
kloon sinensis, untuk mengolah teh dengan hasil olahan teh-teh yang disebutkan
diatas diperlukan mesin-mesin yang khusus terutama untuk oolong dan yang pasti
harus ada tea master-nya minimal yang mengajarkan cara pembuatannya, kami tidak
punya itu. Yang kami punya tanaman teh kloon sinensis oolong 27, oolong 28, dan sukuy, itupun kalo namanya benar soalnya
katanya nama aslinya bukan itu, hehehe maklum ceritanya kami menemukan jenis
teh ini di tempat penjualan pembibitan sekitar daerah kami dan kami mencoba
menanam dan memang hasil olahan pucuk jenis ini sangat jauh berbeda dengan
kloon assamica (kami melakukan percobaan mengolah manual di atas wajan di dapur
rumah kami pada awalnya), karena tertarik kami memutuskan untuk menanam dalam
sekala yang lebih banyak. Mendengar cerita katanya dan katanya bahwa teh ini
bernilai tinggi kemudian kami mencoba membuat mesin-mesin mini (dalam bentuk
prototype) kemudian mengolah pucuk sinensis tersebut dengan sistim pengolahan
yang standard teh hijau dan teh hitam, dan hasilnya Luar Biasa! berbeda dengan
hasil olahan pucuk assamica, itu
hanya sepenggal cerita laju perjalanan Pasir Canar.
Sekarang sudah
berbeda dengan waktu itu, dulu yang niatnya untuk percobaan sekarang jadi
komersil karena factor biaya yang sudah dikeluarkan cukup banyak untuk
membangun perkebunan mini dan pabrik mini ini. Permasalahannya cuman satu
sebenarnaya “Gimana Jualnya?”. Kita sudah memberanikan diri berjalan ditempat
gelap, meskipun kita tidak tau bagaimana cara menanam yang benar teh sinensis, bagaimana
cara merawatnya, dan tidak punya Tea Master untuk mengolah pucuknya dan yang
paling riskan kita belum punya ujung tombaknya atau ‘Menguangkannya”. OK! kita
tidak tau cara menanam, kita beranikan menanam dengan kepercayaan menanam teh
kloon sinensis tidak jauh berbeda dengan kloon Assamica, Alhamdulillah sekarang
sudah tertanam sampai 10 Ha. Kita tidak tau cara merawatnya, kita rawat
berdasarkan feeling hehehe…. Dengan kepercayaan bahwa tanaman harus dipupuk
sebagai makanan pokoknya, diobati jika sakit baik diserang hama ataupun jamur,
dan dibentuk supaya terbentuk sesuai dengan keinginan kita, dan dipetik
hasilnya. Kita tidak tau cara pengolahannya… kita olah sebisa kita, mesin kita
buat sendiri (kalo beli kan mahal bro… harus pesen ke China atau Taiwan
mungkin, kalo ga salah harganya diatas Rp. 350 Jeti….) Dengan kepercayaan bahwa
Teh Hijau perinsipnya ‘tidak beleh teroksidasi, hindari oksidasi
disetiap tahapan pengolahan’ dan Teh
Merah sebaliknya ‘Harus dioksidasi’
Alhamdulillah semua jadi teh olahan dengan gaya Pasir Canar, tentu berbeda dengan hasil olahan yang sudah komersil
beredar di pasaran. Teh kami diberi nama simple aja, ada Teh Hijau Sinensis (non oxidasi), Teh Kuning Sinensis (semi Oxidasi),
Teh Merah Sinensis (full oxidasi), Green Long Tea (Teh Hijau Assamica), Red
Long Tea (Teh Merah Assamica), dan juga kami sedikit berinprovisasi yang
menghasilkan Teh Bambu (Teh Yang
dikeringkan dalam Bambu) dan Teh Gepeng (Teh yang di press). Jualnya…..???
PR!.
Sekarang sudah
setahun lebih saya ditugaskan untuk memasarkan teh-teh hasil olahan Pasir
Canar, banyak sekali kendala-kendala yang ditemui, yang paling sering orang
yang ditawari berkomentar “Kok bentuknya begini???” saya jelaskan bla…bla… bla…
susah memang jualnya, hasil olahan kami rasa dan aromanya tidak kurang dari
standar pengolahan, malahan punya rasa dan aroma yg khas… namun shape and
appearances tidak lazim dengan yang beredar dipasaran, karena bentuk hasil
olahan ya sudah jelas dibuat oleh mesin yang mana mesin kami tidak sama dengan
mesin yang lain. Namun… kami tidak berhenti berjalan… saat ini kami sudah bisa melihat batang
hidung kami, Alhamdulillah, mudah-mudahan besok lusa kami bisa melihat kemana
kaki harus dipijakan, kemana kami harus berpegangan, dan kemana arah yang
dituju, amiiiiinnnnn.