Saturday, October 29, 2016

Sejarah TEH di Indonesia

Salam Teh...

1684          Teh mask ke Indonesia berupa biji Teh (diduga teh sinensis) dari Jepang yang dibawa oleh bangsawan Jerman pegawai VOC bernama Andreas Clever, ditanam sebagai tanaman hias di Batavia/Tijgers Gracht (sekarang Jakarta).
1694          Seorang Rahib/Pendeta bernama Francois Valentijn ia melaporkan melihat tanaman Teh Sinensis (Perdu Teh dari Tiongkok) di halaman Rumah/Istana Gubernur Jendral VOC Jendral Johanes Camphuys di Batavia.
1728          Orang-orang Belanda memulai mencoba menanam Teh untuk keperluannya sendiri dengan menggunakan benih yang didatangkan dari Cina. Pengolahan Teh didukung oleh pemerintah VOC.
1753          Linaelus menulis system Binominal tentang Teh. John Hill menganggap Thea Virdis sebagai Teh Hijau, Thea Baliwa sebagai Teh Hitam.
1811          Pemerintahan Gubernur Jendral Raffles (1811 – 1816) menerapkan sistim Landrente (semua tanah milik Negara) rakyat penggarap harus membayar sewa tanah, diteruskan oleh Belanda hingga Tahun 1830.
1817          Berakhir pemerintahan Inggris di Nusantara, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan ‘Land’s Plantentuin Buitenzorg’/ ‘Kebun Raya Bogor’ sebagai kebun Botani.
1824          Teh ditanam di Land’s Plantentuin Buitenzorg dan dikenalkan kepada Masyarakat. (ada yang mencatat tanaman Teh melengkapi di tahun 1826).
1828          Percobaan Teh dianggap berhasil, mulai diangun perkabunan sekala besar yang dipelopori oleh Jacobus  Isidorus Loudewijk Levian Jacobson (seorang ahli Teh) di Jawa, pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Van Den Bosch. Teh menjadi salah satu tanaman yang terlibat dalam Cultuurstesel (dimulaikan Era Industri Perkebunan Teh di Nusantara).
1827          Teh berhasil ditanam di kebun percobaan Cisurupan Garut Jawa Barat, kemudian percobaan yang lebih besar sekalanya juga berhasil dilakukan di Wanayasa, Purwakarta dan di lereng Gunung Raung, Banyuwangi Jawa Timur.
1830          Cultuurstesel diterapkan dan Teh menjadi salah satu komoditi yang harus ditanam Rakyat. Dalam Peraturan yang diterapkan Pemerintah Kolonial berbunyi bahwa “setiap desa harus menyediakan 1/5 tanahnya untuk ditanami Komoditi Export dan panennya dijual ke Pemerintah denganharga yang ditetapkan Pemerintah”, peraturan itu juga “mewajibkan rakyat yang tidak punya lahan harus bekerja selama 75 hari dalam setahun”. Dalam praktiknya semua lahan harus ditanami dengan komoditas yang ditentukan oleh Pemerintah dan mereka yang tidak punya lahan harus bekerja setahun penuh di Perkebunan.

1833          Terdapat 1.700.000 batang pohon Teh denga hasil 16.833 Ton.
1835          Teh Kering olahan dari Jawa tercatat pertamakali diterima/dilelangkan di Amsterdam sebanyak 200 peti, setahun berikutnya dilakukan Swastanisasi Perkebunan Teh.
1841          Kebun Teh diseluruh Jawa baru ada -/+ 3.000 bou (2.129 Ha).
1843          Robert Fortune menemukan Hitam dan Hijau Teh karena prosesnya bukan tanamannya.
1846          Kebun Teh diseluruh Jawa baru ada -/+ 4.500 bou (3.193 Ha).
1872          Import benih Teh Assam, sebelumnya dari Tiongkok, Jepang.
1875-1880 Kebun Teh rakyat terdapat di Sinagar dan Parakan. A.B.B.  Crone (Bapak Teh Rakyat), membagikan biji Teh Cuma-Cuma kepada Rakyat di Cicurug dan Cibadak.
1877-1878 Teh Assamica mulai masuk ke Indonesia (Jawa) didatangkan dari Sri Lanka (Ceylon) dan ditanam oleh R.E. Kerkhoven di kebun Gambung, Jawa Barat (sekarang menjadi lokasi Pusat Penelitan Teh dan Kina). Karean Teh Assamica sangat cocok di Indonesia dan produksinya lebih tinggi secara berangsur pertanaman Teh Sinensis diganti dengan Teh Assamica dan sejak itupula Perkebunan Teh di Indonesia berkembang semakin luas.
1893          Kebun Teh Rakyat seluas 300 Ha.
1902          Thee Proefstation (Balai Penelitian) yang pertama di Bogor kemudian bernaung dibawah Centrale Proefstation Vereninging (CPV).
1909          Luas kebun Rakyat 8.000 Ha.
1910          Perluasan kebun Teh ke Sumatra Utara dimulai dengan dibangunnya Perkebunan Teh di daerah Simalungun. Menjelang Perang Dunia II Perdagangan Teh memberikan keuntungan besar bagi KAS Negeri Pemerintah Kolonial (berkantor di Amsterdam dan Rotterdam) terdapat 324 perusahaan (259 perusahaan di Jawa Barat atau 78%), sebelum Perang Dunia II Luas perkebunan Teh di Indonesia mencapai 230.000 Ha. Pada Perang Dunia II Lebih dari setengah Perkebunan Teh rusak karena perang. 1910-1914 dan 1920-1928 Periode puncak laju pertumbuhan Teh pertahun per Hektar menjadi rata-rata 6.3 % dengan laju pertumbuhan penanaman yang jauh lebih tinggi.
1910-1940 Perluasan Perkebunan di Selatan Priangan.
1918-1921 Depresi Ekonomi, Haya Pabrik-pabrik dekat Sukabumi yang disewa Pemerintah bertahan melakukan pengolahan Teh Rakyat.

1945          Setelah Perang Kemerdekaan, Pemerintah memperbaiki kembali Industri Teh, walaupun luasnya tidak mencapai keadaan sebelum perang tetapi produksinya meningkat TAJAM.

No comments:

Kondisi & Prospek Bisnis Teh Hijau Rakyat

 Assalamualaikum wr wb Salam Teh...           Dies Natalis PPTK Gamboeng ke 50... Selamat dan sukses selalu. Kali ini diwarnai dengan webina...